Rabu, 09 Juli 2014

Penerapan Teknologi Pertanian Ramah Lingkungan Mulai Dikembangkan BPTP Sulawesi Utara

Definisi teknologi pertanian ramah lingkungan adalah teknologi yang tidak merusak lingkungan dan tetap menhasilkan produktivitas yang tinggi. Pengertian lingkungan sangat luas dan secara khusus akan disoroti dalam uraian ini adalah Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang menyebabkan terjadinya pemanasan global dan berdampak langsung dan tidak langsung terhadap system pertanian. 

Pemanasan global akan menyebabkan perubahan iklim, perubahan pola curah hujan. Banjir dan kekeringan bergeser polanya yang pada gilirannya merugikan usahatani petani. Pemanasan global sudah menjadi issu penting saat ini baik pada tingkat nasional, regional, maupun pada tingkat international.

Terkait dengan itu Badan Litbang Pertanian melalui seluruh jajarannya termasuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara terus melakukan pengkajian, sekaligus mendiseminasikan hasil-hasil pengkajian yang berkaitan dengan teknologi yang dapat memperlambat proses pemanasan global.

Secara teoritis pemanasan global terjadi akibat terakumulasinya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) seperti karbondioksida (CO2) dan metana (NH4) di langit yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia termasuk aktivitas pertanian sehingga GRK yang naik kelangit terhalang dan terpantul kembali kebumi menyebabkan panas yang dirasakan seluruh mahluk dipermukaan bumi semakin tinggi.

Untuk menghindari hal tersebut maka teknologi yang mengurangi produksi CO2 dan NH4 harus terus dikembangkan oleh seluruh petani. Beberapa teknologi yang sudah terbukti mengurangi emisi GRK adalah dengan pemanfaatan pupuk organic menggantikan pupuk kimia seperti Urea, pospor, kalium dan lain-lain. Keuntungannya dengan pupuk organic adalah selain menyediakan hara bagi tanaman yang lebih seimbang unsur-unsurnya, juga secara bertahap memperbaiki kesuburan tanah.
Persoalannya adalah pupuk organic yang masih sulit tersedia di pasaran, padahal sesungguhnya dapat dibuat dengan mudah oleh petani itu sendiri.

Produksi Emisi GRK lainnya adalah pada proses pelapukan sisa-sisa tanaman atau ternak secara alami. Oleh karena itu sisa-sisa tanaman dan ternak tersebut perlu diolah dengan teknologi sederhana yaitu teknologi pelapukan yang menggunakan activator misalnya; MDEC sehingga proses pelapukan dapat berlangsung cepat dan yang terpenting GRK tersebut sebagian termanfaatkan dalam proses pelapukan oleh mikroorganisme. Dan itu berarti dapat mengurangi GRK melayang kelangit.

Persoalan yang paling besar adalah budaya petani kita yang sudah manja dengan pupuk kimia dan kurangnya pemahaman terhadap manfaat pupuk organic sehingga mereka tidak tertarik meluangkan waktu dan tenaga untuk membuat pupuk organic. Ada kesan di kalangan mereka bahwa pekerjaan membuat pupuk organic dari kotoran ternak adalah pekerjaan yang menjijikan.

Untuk menuju kearah itu, BPTP Sulawesi Utara bersama dengan Bank Indonesia dan Jajaran Korem 131 Santiago mencoba memperaktekkan pemanfaatan pupuk organic pada tanaman sayuran khususnya cabe di Paslaten Dua, kecamatanTomohonTimur. Kegiatan tersebut sebagai ajang pembuktian bahwa pemanfaatan pupuk organic dapat menghasilkan produksi pertanian yang jauh lebih tinggi kualitasnya dari pada produksi yang dihasilkan dengan penggunaan pupuk kimia. Hasil daripraktek lapangan nantinya akan digunakan untuk mempropokasi masyarakat agar tertarik membuat pupuk organic untuk kebutuhan usahataninya sendiri.

Kebijakan yang diperlukan dalam mendorong dan memotivasi petani untuk memproduksi pupuk organic dan menggunakan sendiri padalahan usahataninya adalah; adanya pasar hasil produksi pertanian organic yang lebih tinggi harganya, dan cara yang paling memungkinkan mewujudkan itua dalah dimulai darikalangan pemerintah sendiri untuk mengkonsumsi produk tersebut.

Benar harapan Komandan Korem 131 Santiago (Brigjed Jony Tobing) ketika mencanagkan kerjasama BI, Korem dan BPTP dalam program pertanian ramah lingkungan (26/06/13) bahwa: untuk mengajak masyarakat hidup secara baik misalnya dengan TAGLINE BERENTI BAGATE, maka kita harus lebih dahulu menunjukkan sikap yang tidak mentolerir BAGATE atau dengan kata lain untuk mengajak masyarakat mengkonsumsi produk organic lebih dahulu, bukan sekedar bicara.

Demikian juga ajakan yang disampaikan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Manado (Ir. Suhaedi) bahwa: menyerap dan menghargai produk petani kita, adalah hal yang sangat mulia. Tentu kita harus memulainya dari diri dan instansi kita. Kalau semua unsure pemerintah mempunyai pandangan dan sekaligus mempraktekkan seperti itu maka dengan sendirinya cepat berkembang produk organic tersebut tanpa susah mencari pasar dari luar. Dampak positif dari kebijakan itu adalah secaraotomatis petani pasti mengusahakannya karena tersedia pasar yang menggiurkan. dan yang paling utama kita berinvestasi untuk penyelamatan BUMI
(sumber: http://sulut.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=301:penerapan-teknologi-pertanian-ramah-lingkungan-mulai-dikembagkan-bptp-sulawesi-utara&catid=59:pangan&Itemid=49)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar